Minggu, 14 Desember 2014

Masih

Bukan hal yang mudah, tetapi tak jadi alasan baginya untuk berhenti mencoba.

Rasa sayang itu masih ada dari kedua sisi.
Namun bukankah perpisahan ini memang merupakan hasil dari rasa sayang yang berlebih?
Rasa sayang yang dipelihara tanpa tujuan, itulah kesia-siaan.

Ingatlah alasan kita memutuskan untuk berhenti.
Ingat-ingatlah itu untuk memutuskan apakah kau memang mau bertatap muka sekali lagi.

Minggu, 08 Juni 2014

Take Steps

For being bitter is the only way I learnt to stay fulfilled, you shall cope with it.
It's not the other way around...
...as I will fight the distance to lose anything but the ego.

"You are my coconut,"
is the only thing differing you from the others,
the only thing I need,
and the only reason I keep on waiting.

Rabu, 21 Mei 2014

Just So I Remember

"I'm not lying. I still try to help you as much as I can. It's just...sometimes I could and sometimes I couldn't. You are my highest priority. Didn't you ever feel it? I try to help you by any means. You are the one whom I do work hard to help. Sometimes I didn't manage to help you, but if you say that I don't want to, then I won't buy it."

It hurt my pride as I was caught wrong about something, but somehow I smiled.
The one and only time I felt good when I was caught wrong.
Weird.

Minggu, 16 Februari 2014

The Reason

I keep initiating fights with you, even when there's nothing wrong.
It's all because I'm so afraid of falling for you.
Well, there are things in the world which are unavoidable, indeed.

Senin, 27 Januari 2014

Mesra Itu...

Beginilah cerita punya bapak yang nggak romantis.

B: "Pintar kalian, nakku, nurunnya dari bapaklah. Kalau nande itu nurunin pesek-peseknya, gemuk-gemuknya..."
N: (pokerface) "Pesek kam bilang. Ini hidung, hidung priyai. Priyai itu kan duduknya suka bersila, jadi hidungnya pun ikut duduk bersila."
B: "Nteh. Pesek itu ya pesek aja. Kok pakai hidung priyai segala? Bapak akui, meskipun gak semuanya bagus yang turun dari bapak, tapi cantik-cantik dan ganteng-ganteng kalian kan turun dari bapak jugak itu."
U: "Mana ada. Orang aja bilang Uti cetakan nande. Mana ada yang blang Uti mirip bapak. Pasti bapak jugak sukak sama nande karena nande cantik."
B: (berdalih) "Yaa, kan kalau suka itu bukan cuma satu komponen, nakku. Nggak mesti karena cantik makanya suka."
U & D: "Yaah! Nggak mesti karena cantik, tapi itu termasuk salah satu alasan sukaknya juga kan. Bapak banyak alasan!" (diulang dengan variasi kira-kira 10 kali)
B: (masih berargumen meskipun tak kami dengarkan)
N: (tak bisa menahan senyum)

...ketika pasangan yang memang tipe "bertengkar dan saling ejek" terlepas topengnya; kehabisan cara 'tuk menutup-nutupi rasa sayang itu.

Kamis, 23 Januari 2014

Nilai (Bukan Value)

Beberapa hari lalu, nilai-nilai mata kuliah semester 5 sudah keluar semua. Aku, seperti beberapa orang yang belum lelah dikecewakan, mengecek bagian transkrip nilai juga - bukan cuma kartu kemajuan studi - untuk melihat transparansi nilainya.
Betapa kagetnya aku mendapati bahwa ada skor sempurna, yakni 100, yang diberikan untuk salah satu UAS mata kuliah. Dan ternyata ada banyak juga teman seangkatan yang mendapatkan hal yang sama.

Nilai sempurna. Aku serasa kembali ke zaman SD. Tahun berapakah sekarang?

Nilai sempurna. Salah satu guruku di SMP atau SMA - aku lupa - pernah mengatakan bahwa nilai tertinggi siswa adalah 90 dengan alasan bahwa kesempurnaan itu hanya milik Tuhan.
Rasanya aku ingin tertawa jika mengingat bahwa dulu aku sempat percaya, sedikit.

Dengan belajar Psikometri dan Konstruksi Tes, aku tahu bahwa nilai sempurna itu ada. Jelaslah, karena setiap item dalam tes kan akan memberikan skor bila dijawab benar, yang bila dijumlahkan seluruhnya bisa mencapai angka 100%. Kalau nilai tertinggi tidak akan bisa mencapai 100%, maka ada yang salah dalam cara skoringnya.

Kadang aku berpikir kenapa ada guru yang tidak mau memberikan siswanya nilai sesuai dengan yang diraihnya, suka membuat soal yang sulit untuk menggagalkan, atau suka mengejek siswa yang gagal. Pengajar yang baik adalah pengajar yang bangga melihat siswanya berhasil - apalagi mendapatkan skor sempurna - dan malu terhadap dirinya sendiri kalau banyak siswanya gagal karena berarti itu kesalahan dia dalam mengajar.

Semoga sikap guru-guru dewasa ini masih bisa berubah.

Ngena Ateku

Pernyataan bahasa Karo yang paling kusukai mungkin adalah pernyataan suka atau cinta, yakni "ngena ateku"
Kalau diterjemahkan secara langsung, bahasa Indonesianya mungkin "mengena di hatiku" atau "menyentuh hatiku"
Hal ini tidak pernah kutemukan dalam bahasa lain yang pernah kutahu. Mendeskripsikan kata "cinta" itu sendiri dalam bentuk sensasi, maksudku.
Bukankah sangat indah?

Kolektivisme: Tidak Melulu Buruk

U: "Uti mau tinggal di Eropa aja,"
N: "Ya, boleh."
U: "Di sana gak ada orang usil yang menggosip, Uti boleh pakai apapun yang Uti mau tanpa dihakimi, dan gak ada ikatan budaya."
N: "Ya, tapi gimanapun juga kan mereka juga punya budaya di sana, contohnya individualisme. Uti nanti gak bisa minta tolong sama orang lain. Itu kan perlu adaptasi juga."
U: "Gak papa, Uti juga gak suka minta tolong."

Beberapa hari kemudian
U: "Kenapa orang-orang dari kampung kita itu datang jauh-jauh bawa makanan, Nde?"
N: "Iya, memang wajar itu kalau kita baru kehilangan anggota keluarga (meninggal, red.) Filosofinya, keluarga jauh kita itu berpikir bahwa kita gak bisa makan, gak sempat merawat diri saking sedihnya kehilangan itu. Jadi, mereka datang bawa makanan yang enak-enak supaya kita bisa makan enak, jadi terhibur dan semangat lagi. Itulah asal-usulnya tradisi itu."
U: "..."

Dan akupun tak seyakin dahulu tentang keputusanku untuk menetap di sana.

Tentang Menulis

"Menulis itu tingkatan paling sulit dalam berbahasa. Aku tidak akan berbohong dengan mengatakan bahwa itu mudah karena kenyataannya memang sulit."
-Bang Iqbal

"Kamu harus belajar untuk membuat tulisan yang dapat dipahami pembaca tanpa bertanya-tanya lagi. Pembaca kan tidak bisa bertanya pada si penulis tentang hal yang dibingungkannya. Itulah bedanya kalau kamu menyampaikan sesuatu secara lisan dan tulisan."
-Mas Ro

Iya, aku memang masih harus belajar lebih banyak lagi...

Do You Like or Love Him/Her?

Did you know one good indicator of loving someone?
Try making a Sim character precisely like him/her, of course without looking at any photo.

The precision of face and body show how much you look at him/her and how much attention you give when you do.
While the traits matching his/hers show how deeply you know that person. Moreover if you find yourself selecting a rather "bad" trait for that Sim.

When you still have the same feeling towards a person despite his/her flaws, then you can start calling it "love" :)

Try this.

Jumat, 17 Januari 2014

Icip-icip

Selama sepuluh hari di Medan boleh dibilang aku tidak melakukan apa-apa selain role play sebagai seorang ibu. Ya, benar. Di sini ada 2 orang adik yang harus diurus sementara orang tua berada di Jawa. Tugas-tugas rumah tangga harus dijalani praktis sendiri karena adik tidak pulang sebelum pukul 3 sore. Semuanya kecuali memasak kulakukan. Ya, aku ini kutukan dalam dapur.

Bangun pukul 4 pagi awalnya menjadi masalah. Beberapa kejadian telat bangun sampai mereka telat sampai di sekolah pun pernah dialami. Oleh karena itu, begadang sepanjang malam pun mulai dijalani. Baru kemarin berhasil tidur dan tetap bangun di saat yang tepat.

Awalnya semua berjalan cukup lancar, sampai pompa air mulai bermasalah. Air hanya mengalir di satu keran di halaman belakang. Air harus diangkat ke kamar mandi kalau mau mandi atau apapun. Mesin cuci harus diisi manual. Piring-piring kotor harus diangkat ke belakang untuk dicuci. Ah, tapi rasanya mulai terbiasa. Apalagi banyak orang yang perhatian dan memeriksa pompa air meskipun tidak bisa diperbaiki benar. Setidaknya kedatangan mereka memberikan dukungan emosional dan ternyata mengurangi bebanku secara signifikan.

Akhir-akhir ini mulai mencoba-coba membuat nasi goreng, flan, dan pudding dengan serpihan biskuit coklat. Lumayan juga. Rasanya semakin disayang adik, meskipun kadang makanannya tidak dihabiskan. Kata-kata, "Makasih ya kak. Makanannya enak!" yang mungkin bohong saja sudah dapat menyejukkan hati.

Setelah sharing dengan teman-teman, ternyata Sinta pun mengalami hal yang sama. Mengangkut air bolak-balik selama sejam menjadi rutinitas. Satu hal yang memperkaya pengetahuan adalah ceritanya mengejar-ngejar keponakannya yang masih balita untuk disuapi makan. Memang aku tidak mengalami itu karena adik-adikku sudah bersekolah di tingkat SMP dan SMA.
Terakhir Sinta menambahkan, "Jangan mau cepat-cepat menikah dan punya anak." Wanti-wanti yang satu ini membuatku tertawa, tapi dalam hati menyetujui.

Itulah suka-duka seorang ibu. Kadang lebih banyak suka, kadang sebaliknya, tergantung banyaknya cinta yang dilimpahkan oleh anak-anak yang diurus. Memang baru icip-icip sedikit selama beberapa hari. Kadang ketika sedang rehat sejenak terbayang ibu yang sudah melakukan ini selama 21 tahun. Rasanya tak sanggup. Rasanya tak siap. Namun kalau saatnya tiba, mungkin akan terasa lebih ringan daripada yang dibayangkan.

Terima kasih ibu karena sudah mau melakukan semua hal merepotkan ini (belum termasuk bekerja di kantor) untukku. Untuk kami.
Love you, mom.

Self Talk

"You know you do something wrong when you don't want people to find out."

"No. You know that you defy from social norm when you don't want people to find out. You know you do something wrong when you feel this conscience piercing you so deep inside that your soul screams for help."

Ah, Medan

Hari ini hari pertama ke luar rumah, yang tujuannya bukan belanja kebutuhan rumah atau keharusan lainnya, semenjak sampai di Medan.

Walau aku tidak begitu suka ke luar rumah, tapi ada objek yang terlihat menarik, yakni orang-orangnya. Memang keramahan penjaja makanan atau petugas gedung seperti di tanah Sunda tidak dapat ditemui di sini, tapi ada hal lainnya.

Salah satunya yang kualami hari ini adalah petunjuk jalan. Akhirnya, aku dapat kembali mempercayai perkataan, "Jalan sedikit aja. Dekat kok." Kalau di Jatinangor atau Bandung, yang "dekat" itu mungkin berkilo-kilometer jauhnya! (berbicara menurut pengalaman pribadi)

Satu hal lagi yang kualami beberapa hari lalu adalah supir angkot yang mengomel kesal. Jadi, ceritanya penumpang mobil di depan angkot itu menjulurkan lengannya ke luar mobil lewat jendela. Kudengar pak supir berkata, "Eeh! Ngapain pulak si kawan ini keluarkan tangan gitu. Kalok kutabrak nanti gimana pulak!" Namun begitu dilihatnya mobil tersebut menepi, ia pun tersenyum dan sambungnya, "Ooh, ternyata mau minggir." Ah, itulah orang Medan. Kami dicap galak karena mengatakan apa yang ada dalam pikiran kami dengan suara lantang. Namun kemudian toh kami tertawa, kadang menertawakan keadaan atau diri sendiri.

Ah, Medan! Betapa senangnya kembali ke sini dan menjadi diriku sendiri untuk sejenak...

 

Template by Suck My Lolly - Background Image by TotallySevere.com