Selasa, 26 Februari 2013

The Single Thread


"A single thread in a tapestry
though its color brightly shines
can never see its purpose
in the pattern of grand design"
- Through Heaven's Eyes, lyric




A grand design of tapestry
Another grand design

You, who is reading this post,
whoever you are, you are that single thread :)

Sulit


"Many nights we've prayed
with no proof anyone could hear.
In our hearts a hopeful song we barely understood."

Kalimat di atas merupakan bagian dari lirik lagu "When You Believe" yang paling tidak bisa kukaitkan dengan diriku sendiri. Maksudku, aku tidak punya pengalaman semacam itu. Aku tidak mengerti bagaimana orang-orang bisa melakukan sesuatu yang tidak terbukti punya efek.

Mungkin kalau aku membicarakan hal ini dengan orang-orang religius seperti teman-teman di gereja atau bahkan Nandeku sendiri, mereka akan menolak keraguanku itu. Namun, uda Berton mengakuinya. "Memang sulit," katanya, "Sulit untuk percaya bahwa sekedar bersabar dan mendoakan agar seseorang bisa berubah. Dan walaupun memang ada efeknya, itu lambat, katamu."

Memang ya. Uda bilang bahwa palu besar tidak selalu dapat menghancurkan batu yang besar dan kokoh. "Bisa-bisa malah palunya yang patah," katanya. Uda bilang, ucapan, perbuatan, dan doa yang lembut punya efek seperti air. Batu yang berada di sungai, sekeras dan sebesar apapun batu itu, pasti suatu saat akan hancur tergerus air.
"Kalau mengandalkan air untuk menghancurkan batu, prosesnya bisa jadi lama banget," bantahku dengan keras kepala saat itu.
Uda hanya bisa tertawa dan bersabar kalau ngobrol denganku. Sepertinya sih Uda tahan karena sudah sering ngobrol dengan Nande sejak dulu. Katanya, aku mewarisi sifat Nande yang bandel dan keras itu.

Kalau dipikir-pikir, banyak sih hal yang berguna jika diterapkan, namun tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. Misalnya, kalau aku diare, pasti bisa jadi baikan kalau minum teh tawar pekat. Memang sampai sekarang aku belum tahu penjelasan di baliknya, tapi selalu kulakukan karena toh berguna mengurangi sakitku. Mungkin tidak salah juga mencoba doa.

Lagipula, Dan Brown, dalam bukunya "The Lost Symbol" mengatakan bahwa kekuatan doa dikaji secara ilmiah oleh disiplin ilmu baru yang disebut Noetic. Argumennya ialah, pemikiran manusia memiliki suatu "massa" layaknya massa sebutir pasir. Sebutir pasir saja memiliki massa yang sedemikian kecil, namun tetap saja "ada". Jika jutaan atau milyaran pasir bergabung membentuk suatu benda fisik yang besar, katakanlah bulan, maka massanya akan mampu mengakibatkan efek sebesar pasang-surut air laut. Demikian juga, jika pikiran yang sama dari banyak manusia bergabung, akan terkumpul "massa" yang cukup besar untuk menggerakkan benda-benda fisik.
Argumen itulah yang katanya dapat menjelaskan efek dari doa massal. Argumen itu juga, katanya, yang mengkonfirmasi pernyataan Tuhan dalam kitab suci: "Jika dua-tiga orang dari kalian berkumpul atas nama-Ku, maka Aku akan hadir."
Entah pernyataan dalam buku setengah fiksi itu benar atau tidak, namun tidak ada ruginya bila dicoba.

Mas Urip

Mas Urip adalah salah satu dosen kami. Dia merupakan dosen favoritku, tentunya.  Ada banyak hal yang membuat mas Urip jadi dosen favoritku. Bukan hanya kecerdasannya, tetapi juga caranya memperlakukan kami.

Mas Urip adalah satu dari sedikit dosen yang memperlakukan mahasiswanya dengan sepantasnya, yakni memperlakukan kami selayaknya orang dewasa. Dosen lain yang kupersepsi berbuat demikian mungkin hanya bang Pe.

Hari ini, ada satu ucapan mas Urip yang benar-benar mengena di hatiku. Beliau bilang, kami bebas memilih untuk masuk kelas maupun tidak. "Kalau tidak mau masuk, kan bisa titip absen. Toh kalau saya yang mengajar, saya tidak akan pernah memeriksa absen," katanya. "Tentu titip absen tidak disarankan dan tidak diharapkan dari kalian. Jadi, kalau mau titip absen, ya jangan sampai ketahuan," sambungnya membuat kami mengulum senyum.

Kebebasan untuk menentukan pilihan yang diberikannya membuatku benar-benar telah menjadi orang dewasa. Gestur tubuh maupun intonasi suaranya yang tidak menghakimi selalu membuatku merasa nyaman.

Rasanya, mas Urip itu satu di antara sejuta. Beruntung benar kami mendapat kesempatan dididik olehnya.

Minggu, 24 Februari 2013

Greek Myth of Love


A picture speaks a thousand words...







P.S. Obviously I didn't make this short comic.

Soul Mate

Laying in the dark with glowing hearts, you held on tight and told me that,
"Once upon a time, when gods and people existed together, people had four arms and four legs. They had two heads and two faces. They existed happily as they were and grew more powerful as time went on. The gods decided that the humans were getting too powerful and needed to be put back into place somehow, so they cut the humans in half. Each human now had only tow arms, two legs, one head, and one face. They had to spend the rest of their lives searching for their other halves to make themselves whole again. It became the point of life."

You are what secures me, the night light that keeps monsters away.
The completion of the tedious book. The story line to a perfect movie.
It's more important than the ground I walk on, despite that floating feeling you always leave in my head and in my chest.

Without you, I'd be a lesser version of myself.
We're healing dry veins and fragile bones.
We are everything.

Laying in the dark with glowing hearts, I felt your eyes piercing mine and you said that, "Neither of us meant to get attached, but the humans never meant to get separated. The point of their life was to find their other half and it happened no matter what. You are my fate."



Puisi di atas berkisah mengenai mitologi Yunani, yakni cerita mengenai cinta dan takdir. Aku tidak membuat puisi tersebut, tentunya. Aku hanya menemukannya.

Kisah ini, di satu sisi memang terlihat negatif karena bisa diartikan bahwa kita dapat meninggalkan pasangan kita tanpa berusaha mengatasi berbagai rintangan dalam suatu hubungan. Kita dapat meninggalkannya dengan berasalan, "Dia bukanlah bagian dari diriku yang telah ditakdirkan."

Namun, di sisi lain, kisah ini sungguh indah. Jika diartikan bahwa orang yang mempertahankan kita hingga pernikahan merupakan bagian dari diri kita yang telah lama hilang, maka kita akan merasa bahwa hidup sungguh berarti bersamanya...
...bahwa bersamanya diri kita menjadi utuh...
..bahwa tanpanya, kita tidak akan menjadi sekuat dan sebahagia sekarang ini.
Keyakinan inilah yang mampu membuat kita bertahan dalam perjalanan panjang dan keras...
...dalam perjalanan merajut cinta.
 

Template by Suck My Lolly - Background Image by TotallySevere.com